Jumat, 17 Mei 2013

Filled Under:

Kita (mungkin) Belum Benar Benar Putus (Dwitasari)

10.29

Kita (mungkin) belum benar benar putus . . .



Mungkin, dulu aku tak benar-benar mencintaimu, ketika jantungmu berdetak lebih cepat saat bertemu denganku, aku tak merasakan jantungku berdetak dengan hebat ketika bersamamu. Perkenalan kita begitu singkat, pertemuan kita cukup beberapa saat, lalu kau katakan cinta, lalu kau tunjukkan rasa, lalu kau bahagia dengan cinta "instan" yang kita lalui berdua. Ya, aku bahagia, tapi tidak benar-benar bahagia, karena (mungkin) aku tak merasakan perasaan yang sama denganmu, karena (mungkin) aku asal menjawab saja ketika kau memintaku menjadi satu-satunya dalam hidupmu.

Aku tak pernah memperdulikanmu! Aku tak pernah mau tahu kabarmu! Aku hanya bertingkah seolah-olah kau kekasihku, karena masih ada labirin-labirin kosong dihatiku, yang tak mampu terisi olehmu. Ya, kita bertingkah layaknya pasangan kekasih yang sangat bahagia, tapi apa yang kurasakan? Genggaman tanganmu, kosong! Pelukanmu, semu! Tutur katamu, tak penting bagiku! Senyummu, tak mampu membuat jantungku menderu menggebu! Aku lebih suka menghabiskan waktu dengan pria-pria itu! Sebenarnya, apa yang salah denganku? Sebenarnya, ini salahku atau salahmu?

Awalnya, semua berjalan biasa saja, tapi aku mulai risih dengan tingkah bodoh dan keanehanmu! Aku tak tahan dengan semua hal bodoh yang kau perlihatkan padaku. Aku tak suka caramu mengatakan cinta dengan hal setolol itu! Kenapa kau selalu membuatku marah? Kenapa kau tak pernah berusaha menumbuhkan cinta dalam hatiku? Kenapa aku tak bisa mencintaimu walaupun ku tahu kau telah berkorban banyak untukku?

Tapi, Tuhan memang adil, Tuhan berikanku rasa sakit untuk menyadarkanku dari kesalahanku. Kata putus yang ku lontarkan dengan begitu mudahnya, tanpa tangis tapi penuh tawa ternyata tak selamanya menjadi tawa bagiku. Selang beberapa hari memang semua berjalan normal, tapi aku merasa ada mozaik yang hilang dalam hidupku, kamu, seseorang yang kutinggalkan dengan sengaja dan dengan kejamnya. Pesan singkatmu, tawa renyahmu, senyummu, kata-kata cintamu, tak ada lagi hal-hal manis yang dulu kuanggap seperti sampah itu. Tak ada lagi kamu yang mengisi hari-hariku dengan lelucon bodoh dan tampang tolol itu. Tak ada lagi kamu yang diam-diam mencium pipiku ketika aku sibuk dengan handphone dan laptopku. Aku merasa sendirian. Aku benar-benar merasa kehilangan. Kini, aku semakin percaya bahwa kita baru benar-benar mencintai seseorang ketika kita kehilangan sosoknya, dan hal itu kini terjadi padaku.

Memang, setelah berpisah denganmu, aku dengan begitu mudahnya mendapat seseorang lagi yang berusaha mengisi hari-hariku, tapi dia tak sebodoh kamu, dia tak setolol kamu, dia tak mampu menggantikan kamu. Dia hanya berhasil mengganti statusku yng single menjadi in relationship, tapi dia tak benar-benar mampu menggantikan kamu yang (tanpa kusadari) telah mengisi hatiku. Aku semakin mengerti bahwa tak ada seorangpun yang mampu menggantikan sosokmu.

Meskipun kini aku telah bersamanya, dan kau juga telah menemukan seseorang yang baru, tapi perasaanku tak berubah sedikitpun. Aku justru sangat mencintaimu ketika kini kau telah bersamanya. Saat melihat kau dengan dia, ada rasa sakit yang menikamku dalam-dalam, ada kenangan yang diam-diam mendesakku kembali ke masa lalu, sambil berkata dalam hati: "Dulu aku pernah menggenggam tanganmu, tapi sekarang dia yang mampu melakukan itu, kekasih barumu."

Hanya itu yang bisa kulakukan, MENYESAL! Membiarkanmu mencintaiku tanpa mempedulikan perasaanmu, membiarkanmu memberi kejutan tanpa pernah memperhatikan usaha kerasmu, aku sadar bahwa ternyata dulu kau benar-benar mencintaiku. Cuma itu yang bisa kulakukan, menangis diam-diam ketika kulihat barang-barang pemberianmu masih kusimpan dengan rapi. kita memang telah putus, tapi kenanganku tentangmu belum benar-benar putus.
Aku takut kehilangan seseorang yang tak lagi kumiliki, KAMU.
with love


Dwitasari

0 komentar:

Posting Komentar